Dukung Deva kirim ke 6288 dengan format AAB DEVA

Selasa, 20 Juli 2010

WEDANG KOPI …



Oleh : Siswa Adi Tjahyono,

ADUK… seperti bubuk kopi dan gula pasir yang sudah dipahami kapasitasnya, tercampur jadi satu takaran minuman dalam pusaran kecil air mendidih. Saat bubuk kopi dan gula pasir tidak terlihat lagi, saat air panas menguapkan aroma menghanyutkan nan gelap, apakah kita mampu melihat kedalam gelapnya takar minuman yang umum disebut wedang kopi?

GELAP... segelap kekuatan yang harus kita keluarkan? Pokoknya sekuat tenaga lah….!kemana putih dekilnya gula pasir? Kemana beningnya air mendidih? Hitam dan panas! Terlihat dari asap kecil yang dikeluarkannya. Itulah yang tampak sekarang.

KELABU… sebelumnya, warna hitam tidak dominan. Ada lapisan lain berwarna putih dengan skala tertentu dalam satu ruang. Atau berwarna kelabu, saat kopi dan gula bercampur jadi satu.

DOMINASI… saat pusaran air panas mendidih makin lemah, kegelapan nan panas itu mulai mengirimkan dayanya. Dengan merubah takaran air yang entah seberapa besar, saya pikir akan bisa membuat warna hitam gelap menjadi bening atau bahkan tak terlihat lagi. Tetapi, sepertinya itu tidak perlu dilakukan, jika teringat tragedi lumpur lapindo, biarkan saja ia terlihat gelap dan memancarkan hawa panas dalam ruangan bervolume 120 ml.

………………………………….

Seandainya aku pilih untuk menjadi sebutir kopi di muka bumi ini, maka aku akan menjadi kopi yang berserah diri pada keadaan apapun. Bukan menyerah, tapi berkondisi misterius berhubungan dengan berbagai siklus lokal. Bisa saja aku lenyap tersapu angin atau menghilang karena terjebak dalam ruang sangat sempit sampai-sampai tak seorang pun dapat meraihku.

Sekarang ini, bersama sejumlah saudara kopi lainnya, aku berada dalam suatu wadah steril yang lumayan. Kami ini seperti kelompok berkelas dalam masyarakat. Tidak sembarang orang bisa berinteraksi dengan kami. Bagitu juga bagi wanita hamil dan berbagai suara menyertakan berlaku juga bagi anak-anak manusia pada umumnya. Banyak yang menghindari kami dan banyak pula orang-orang yang suka berinteraksi dengan kami. Sering juga kami disebut racun dan harus dieliminasi. Itu bukan masalah bagi kami, dibandingkan dengan teh dinegeri, nama kami lebih menarik sebagai judul untuk beberapa kepentingan di berbagai media publikasi . “ warung kopi “ lebih disukai dibandingkan dengan “ warung teh ” meski teh sekarang ini dapat tampil dalam beragam khasiat. tanpa menegaskan yang lainnya, keberadaan kami memang terasa penting.

dalam banyak perjalanan, kami dianggap sebagai kekuatan. tanpa kehadiran kami kerentanan bumi kita akan makin jelas. makin berkuranglah kekuatan alam untuk mempertahankan diri dari penghancuran. langsung atau tidak langsung, kami adalah salah satu mata rantai kekuatan pelindung alam. itulah yang aku pahami.

Dengan keampuhan yang kami miliki, kami akan terus menjaga kelangsungan hidup alam. di Sumatra jawa atau di daerah lain tempat kami melangsungkan hidup, keampuhan kami muncul dengan warnanya masing-masing. Tentu saja ini karena grafik alam yang berbeda tiap tempat. tetapi tenang saja, kami semua tetap caffeine kok.


@siswo a.tj